Kejora di Jagat Perhotelan
Dunia perhotelan menjadi bagian dari kehidupan Karina Osman. Ia melayari karier dari satu hotel ke hotel lainnya selama lebih dari sedasawarsa. “Saya selalu percaya destiny dan karma. Kita berada di mana dan bertemu dengan siapa, pasti karena berjodoh”, ungkapnya. Di dunia yang digelutinya itu pula, ia menorehkan tinta emas. Saat ini ia memilih berlabuh kembali di Grup The Paradise. “We are sure Ms. Karina Osman knowledge and experiences will enable her to successfully those properties. Please join us in welcoming her on this appointment. Your support toward her is highly expected and appreciated”. Begitu ucapan selamat datang yang disampaikan pihak manajemen Grup The Paradise, menyambut kehadirannya sebagai general manager yang baru, efektif per 31 Januari 2011.
Karina, yang sebelumnya sebagai GM di Swiss-Belhotel Ambon, mengaku kepindahannya ke Grup The Paradise sebagai takdirnya untuk kembali pulang ke rumah. “Saya langsung ditelepon oleh salah seorang pemilik saham grup tersebut, apakah saya berminat bergabung kembali?” ceritanya. Pasalnya, Grup The Paradise merupakan “rumahnya” dalam berkarier. Circus Water Park seluas 2 hektare dan Kids Club yang berada di dalam area Beach Walk seluas 4 hektare menjadi tantangan baru baginya. “Konsep keduanya sama-sama sarana hiburan untuk keluarga”, katanya. Target pasarnya kelas menengah. Saat ini kedua proyek itu pada tahap persiapan strategi. Juni mendatang siap dibuka untuk umum.
Bersama timnya , Karina sedang berjibaku menganalisis wahana permainan yang sudah ada di Indonesia. Meski boleh dibilang pemain baru, ia optimis dengan persiapan yang baik, pertumbuhannya bisa melesat lebih dari 50% dari target yang ditentukan. Jika usaha itu berhasil, Circus Water Park dan Kids Club akan dikembangkan di berbagai kota di Bali dengan nama yang sama.
Memulai dari nol, mengembangkan dan meraih keberhasilan. Begitulah yang dilakukan Karina di setiap hotel yang dijajakinya. Mengawali karier sebagai sekretaris di sebuah perusahaan Jepang pada 1995, alumni Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari, Bandung, ini melakoni debutnya di dunia perhotelan saat bergabung dengan Hotel Novotel Mercure (kini menjadi Sommerset), Surabaya, sebagai eksekutif penjualan. Disini, kariernya melesat. Berbagai posisi dipercayakan kepadanya, mulai dari Manajer Penjualan dan Pemasaran, Asisten Direktur Penjualan dan Pemasaran, sampai menjadi Direktur Penjualan dan Pemasaran yang tak semata memegang Novotel Mercure Surabaya, tetapi juga Novotel Benoa-Bali, Lombok dan Toraja.
Kesempatan mengepakkan sayap lebih tinggi datang pada 2002. Ia bergabung dengan manajemen Tauziah dan dipercaya sebagai GM Operasional Hotel Harris Tuban, Bali, yang dalam masa pembangunan. “Waktu saya datang, semua manajer kaget melihat saya, wah ternyata GM-nya kecil”, ujarnya sambil tertawa lebar. Ikut mengawal proses pembangunan menjadi sebuah tantangan. Menjelang pembukaan hotel, tantangan lebih berat menghadangnya. Seminggu sebelum hotel dibuka, Bali diguncang bom. Saat itu yang ada di benaknya adalah ucapan ayahnya, the show must go on. Hal itu pula yang disampaikannya kepada salah satu pemilik Tauziah Hotel Management. Sang pemilik setuju dengan pandangannya.
Menurut, kerja keras semua karyawan dalam mempersiapkan hotel tak boleh sia-sia. Agenda tidak berubah : hotel tetap dibuka meski semua hotel di Bali memilih tutup. Ternyata, hotel yang berlokasi di Bandara Ngurah Rai itu dijadikan tempat menginap wartawan mancanegara dan wisatawan. Tantangan kembali datang ketika bom Bali kedua meledak. Namun, Karina berhasil membuat okupansi Harris tetap penuh.
Setelah empat tahun di Harris, pada 2008 Karina menerima tantangan baru untuk me-rebranding sebuah hotel. Tugasnya, menggabungkan tiga manajemen hotel dalam satu paying : Bvilla Hotel. Sebelumnya, Grup Bvilla memiliki tiga brand : Bvilla, Bvilla + Spa dan Bora-Bora. Padahal, ia tak punya pengalaman rebranding sebuah manajemen. Meski sempat menguras emosinya, ia berhasil mengantarkan Bvilla mendapatkan pasarnya kembali.
Perjalanan kariernya membawanya ke Jakarta. Ia percaya memegang apatemen FX. Di proyek yang dikembangkan PT. Plaza Indonesia Realty Tbk. Itu, Karina hanya bertahan tiga bulan. “Tiba-tiba saja ada keinginan untuk berkarier di wilayah timur Indonesia”, tuturnya. Juli 2009 ia berubah di Swiss-Belhotel, Ambon. Saat itu hotel tersebut masih dalam tahap pembangunan. Lantainya tanah, penuh rangka papan dan besi. Sehari-hari ia berinteraksi dengan para tukang bangunan dan kepala proyek. “Saya pikir, what is the purpose to be here, kalau tidak ada apapun yang bisa di-run, saya harus membuatnya menjadi ada”, imbuhnya Karina yang juga mencari SDM, membangun tim, sampai menciptakan strategi pemasaran.
Masa-masa pembangunan merupakan masa suka-duka Karina. Dari mulai kesulitan mencari akses Internet sampai masalah keamanan. “Saya sempat merasakan trauma, tapi perlahan apa pun yang terjadi, saya ambil positifnya. Saya berada pada posisi tertinggi di sebuah hotel internasional pertama di Ambon”, ungkapnya. Ia pun mengecap buahnya. Penghujung 2010, hotel yang dikomandaninya mengalami pertumbuhan pesat. Begitu beroperasi pada Mei 2010, tingkat okupansi melewati target. Ia bahkan mengklaim semua menteri, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah menjejakkan kaki di Swiss-Belhotel Ambon.
Miranda Magdalena Thyssen, staf angkatan pertama Swiss-Belhotel Ambon, mengaku belajar banyak soal kegigihan, keuletan dan semangat pantang menyerah dari Karina. “Ibu termasuk sabar merintis hotel mulai dari lantainya masih semen. Kalau jalan, kami menginjak papan dan melewati tempat mandi tukang yang sekarang dijadikan lobi hotel”, ujar Miranda sambil tertawa berderai di ujung telepon.
Dimatanya, Kami berhasil mendampingi Swiss-Belhotel mulai dari berupa kerangka sampai soft lounching dan grand launching. Ia melihat Karina tidak saja dari kemampuannya secara operasional, tetapi juga kemampuannya menjaga hubungan baik dengan Pemda, media dan masyarakat sekitar. “Sampai sekarang masih suka ada yang menanyakan kabar Ibu”, kata Miranda.
Sumber : Majalah SWA , 30 Maret 2011